Pekanbaru, - Syahrir disebut menerima uang dari General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso sebanyak Rp1, 2 miliar. Uang tersebut, terkait dengan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuansing.
Syahrir merupakan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau. Ia menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap yang melibatkan Bupati Kuansing non aktif, Andi Putra. Yang mana, dalam persidangan itu, terdakwanya adalah Sudarso, selaku pemberi suap untuk Andi Putra.
Adanya pemberian uang miliaran untuk Syahrir itu, terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (3/2/2022). Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Volmer Simanjuntak SH, menanyakan hal pemberian uang itu kepada Syahrir.
Dimana, menurut JPU, uang sebanyak Rp1, 2 miliar itu, diserahkan di kediaman Syahrir. Namun adanya pemberian uang itu dibantah oleh Syahrir.
"Tidak benar, " kata Syahrir saat memberikan keterangan di hadapan majelis yang dipimpin Dahlan SH MH didampingi hakim anggota Adrian Hasiholan Hutagalung SH MH dan Iwan Irawan SH MH.
Mendengar pengakuan Syahrir itu, hakim lalu mengkonfrontirkan langsung ke terdakwa Sudarso yang mengikuti jalan persidangan secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK di Jakarta. Saat itu, terdakwa Sudarso dengan tegas, mengakui adanya pemberian uang kepada Syahrir.
"Benar yang Mulia. Saudara Kepala Kanwil BPN Riau Syahrir, menerima uang sebesar Rp1, 2 miliar, " ujar terdakwa Sudarso.
Mendengar hal itu, Syahrir kembali membantah tuduhan itu. Ia tetap pada keterangannya yang menyatakan tidak pernah menerima uang Rp1, 2 miliar dari terdakwa Sudarso. Syahrir menegaskan, tuduhan itu sebagai fitnah.
"Tidak ada saya menerima uang. Itu fitnah, " ucap Syahrir.
Mendengar keterangan saksi dan terdakwa yang berbeda tersebut, hakim ketua Dahlan langsung menengahi.
"Terserah Jaksa Penuntut lah. Kalau kita lanjutkan saling bantah, gak selesai. Terserah kalian lah, " kata Dahlan.
Pada persidangan ini, JPU juga menghadirkan sejumlah saksi lainnya. Diantaranya Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulfadli.
Usai memberikan kesaksiannya, Syahrir yang dikonfirmasi terkait menerima uang Rp1, 2 miliar itu, kembali membantahnya.
"Gak ada (pemberian uang). Kerjaan saja belum selesai, mana ada saya menerima uang. Itu fitnah, " kata Syahrir.
Pada persidangan dua pekan lalu, mantan Kepala Kantor BPN Kampar, Sutrilwan juga mengaku menerima uang dari terdakwa Sudarso sebesar Rp75 juta. Menurutnya, uang itu untuk perbaikan atap platfon Kantor BPN Kampar yang rusak.
Diketahui, kalau lokasi kebun sawit PT Adimulia Agrolestari ternyata sebagian sudah berada di Kabupaten Kuansing yang awalnya pada saat HGU diterima tahun 1994 lalu, seluruh areal kebun berada di Kabupaten Kampar.
Berdasarkan itu, Sutrilwan meminta agar Sudarso mengajukan pemecahan sertifikat HGU ke Kanwil ATR/ BPN Provinsi Riau.
Awalnya PT Adimulia Agrolestari hanya mengantongi sertifikat HGU kebun sawit dengan nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar di Kabupaten Kampar. HGU itu berlaku selama 30 tahun atau akan berakhir pada 8 Agustus 2024 mendatang.
Pada 2019, terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dengan Kabupaten Kuansing. Ini mengakibatkan terjadi pemecahan sertifikat HGU karena sebagian besar areal kebun PT Adimulia Agrolestari telah beralih menjadi wilayah Kabupaten Kuansing.
Sertifikat yang dipecah menjadi sertifikat HGU nomor 10009 seluas 874, 3 hektare, sertifikat HGU nomor 10010 seluas 105, 6 hektare dan sertifikat HGU nomor 10011 seluas 256, 1 hektare. Ketiga sertifikat tersebut diterbitkan pada 14 Oktober 2020 dengan lokasi baru di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing.
Sutrilwan yang kini menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Kanwil ATR/ BPN Riau mengakui kalau Sudarso datang kembali ke Kantor BPN Kampar dan memberikan uang sebesar Rp75 juta kepada dirinya.
Adanya pemberian uang dari Sudarso juga diakui Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Kuansing, Agusmandar. Ia disebut menerima uang sebesar Rp15 juta. Agusmandar mengaku dirinya hadir dalam pertemuan yang digagas oleh Kepala Kantor Wilayah BPN/ ATR Provinsi Riau, Syahrir. Pertemuan itu terjadi di Hotel Prime Park, Kota Pekanbaru, pada 3 September 2021 lalu. Saat itu, ia mewakili Bupati Kuansing, Andi Putra.
Menurut Agusmandar, dalam pertemuan itu, membahas terkait ekspos perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Yang mana, dalam pertemuan tersebut hadir pejabat lintas instansi, termasuk BPN dan Panitia B.
Agusmandar menyebut, pemberian uang terjadi saat acara ekspos akan selesai. Agusmandar menerima uang dari terdakwa Sudarso di dekat restoran Hotel Prime Park.
"Uang itu dimasukkan ke saku saya, " kata Agusmandar.
Agusmandar mengaku sudah mengembalikan uang yang diterimanya. Uang itu disetorkannya ke rekening KPK. Pengembalian uang dilakukan saat Andi Putra ditetapkan sebagai tersangka suap pada 18 Oktober 2021.
Andi Putra dan Sudarso terjaring operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Senin (18/10/2021). Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80, 9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680, serta HP Iphone XR.
Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Mulyadi).